Agility

Beberapa waktu lalu, Jeff Bezos dalam perayaan ulang tahun Amazon yang ke 25 mengungkapkan pernyataan yang sekali lagi mengejutkan bahwa Amazon akan segera gagal. Ini bukan kali pertama, Jeff selaku CEO dan pendiri Amazon menyatakan hal itu. Ini ketiga kalinya sejak tahun 2017 meskipun tahun lalu, Jeff masih didampuk sebagai salah satu orang terkaya di era modern dan Amazon masih terbilang profit.

Usia perusahaan atau organisasi menurut Jeff hanya bertahan paling lama 30 tahun.

Sekata dengan Jeff, Harvard Business Review mengulas kembali tulisan Peter F Draker dengan menyebutkan bahwa perusahan atau organisasi yang tidak bertahan lama dikarenakan mereka terkejut dan menolak perubahan.

Realitas yang ada didepan susah untuk diterima dikarenakan system yang terlanjur baku dan sumber daya terlalu sulit diajak beradaptasi. Jika menggunakan istilah jaman sekarang, perusahaan atau organisasi tidak memiliki Agility.

Generasi Z yang hidup sekarang sangat agile, dikarenakan pengalaman hidup adalah pengalaman berkaitan dengan internet dan dunia digital. Sejak lahir, mereka sudah terbiasa dengan informasi yang cepat dan mudah. Berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya yang mengenal dan menggunakannya hanya untuk keperluan tertentu. Generasi Z dan sebentar lagi generasi Alpha yang dilayani oleh JOY menuntut perubahan yang sangat cepat. Menuntut keleluasan dan agility yang tinggi. Banyak retailer beralih fungsi ke apps agar bisa survive. JOY pun harusnya demikian.

Saya ingat ketika berkunjung di salah satu perusahaan teknologi terbesar di Indonesia (dan Asia Tenggara) sekarang, jawaban management terhadap pertanyaan “apa hal sulit bagi perusahaan ketika update system” adalah zona nyaman pelanggan. Ketika sistem diubah untuk sesuatu yang baik dan memudahkan, demi kepuasan pelanggan itu sendiri, pelanggan setia akan protes karena sudah terbiasa.

Kata “biasanya kan gini” itulah yang mematikan hampir semua perusahaan/organisasi.

Ini menjadi PR besar. Gaya kerja staff yang 24/7, di kantor apakah masih relevan dengan generasi sekarang. Untungnya sejak setahun terakhir, bentuk Friday Meeting berubah menjadi lebih variatif meskipun belum bisa dibilang paten dan bisa dipakai. Bentuk online ministry melalui youtube seperti ide beberapa komunitas atau pemuda gereja pun mulai dipakai oleh JOY, namun apakah menjadi efektif dan tepat sasaran hanya dengan jumlah likes dan subscriber.

Dengan demikian, seperti tokopedia, Gojek dan start up lainnya yang berjuang berubah setiap kuartalnya demi memenuhi harapan pelanggan, harapannya JOY bisa makin agile di usia 27 tahun ini.

Masih ada waktu tiga tahun, dengan arah JOY lebih kepada pelayanan kampus dalam skala kecil, system mentoring dan coaching yang comprehensif serta pembekalan staff yang tepat spesialisasi bisa menolong mengembangkan mahasiswa dan menjangkau mahasiswa baru dengan cara yang kreatif dan inovatif.

Menjadi agile berarti JOY siap untuk berubah menjadi bentuk yang sama sekali baru tanpa melupakan fondasi awal yakni visi misi dan nilai. Seperti Rumah yang butuh banyak renovasi demikian juga JOY butuh banyak energi, dukungan, siap mental untuk perubahan yang cepat dan gila-gilaan.

Semoga kita semua, baik para pekerja JOY, alumni dan mahasiswa bisa semakin menjadi duta surga bagi dunia di tengah tuntutan kontemporer yang tepat di zaman ini.

Selamat Anniversary JOY yang ke 27. Adalah Anugerah, Tuhan memelihara dan memakai JOY selama ini sehingga banyak orang menemukan Tuhan, menemukan panggilannya dan hidup mengikuti kehendakNya. [Gina]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *