Tiga Bulan …

Tiga bulan sudah saya dan suami tertahan di Seoul. Tanggal 30 Maret lalu, ada keperluan keluarga yang mendesak sehingga kami harus ke Seoul seminggu sebelumnya, dimana saat itu Korea masih menjadi negara positif corona terbanyak di luar China. Kami mengalami pengalaman tak mengenakkan di Malaysia karena paspor Korea suami saya. Puji Tuhan, setelah urusan tanggal…

By.

min read

Tiga bulan sudah saya dan suami tertahan di Seoul. Tanggal 30 Maret lalu, ada keperluan keluarga yang mendesak sehingga kami harus ke Seoul seminggu sebelumnya, dimana saat itu Korea masih menjadi negara positif corona terbanyak di luar China. Kami mengalami pengalaman tak mengenakkan di Malaysia karena paspor Korea suami saya. Puji Tuhan, setelah urusan tanggal 30 Maret tersebut selesai, kami langsung kembali tanggal 7 April 2020 dengan Garuda Air. 

Sayangnya, tepat 2 April, Pemerintah Indonesia (Kementrian Luar Negeri dan Kementrian Transportasi) mengeluarkan pengumuman pemberhentian penerbangan dari dan ke luar negeri dan kemudian situasi corona di Indonesia malah memburuk dari waktu ke waktu hingga hari ini.

Sejak Awal April hingga hari ini entah sudah berapa kali email cancelation dari Garuda masuk sebagai notifikasi. Saya terpaksa harus perpanjang visa multiple saya sebanyak 2 kali dan akhirnya harus mengajukan visa F6—visa istri sampai penerbangan Garuda dibuka untuk kembali dengan selamat ke Jogja.

Kesulitan terbesar sebenarnya karena regulasi di Indonesia yang mempersulit kembali ke Indonesia (hanya bisa sampai ke Jakarta dan tidak ada jaminan bisa tiba ke Jogja) dengan proses karantina yang kurang jelas. Akhirnya Garuda tidak memberi rekomendasi kepada kami untuk terbang ke Indonesia.

Tiga bulan adalah masa terlama saya tinggal di luar negeri. Bahkan ketika mengunjungi keluarga di Belanda, tidak pernah selama ini. Meskipun demikian, kegiatan sehari-hari selain menemani mertua (memasak, ke RS, ke pasar, dll) adalah kegiatan staff JOY biasanya mulai dari doa pagi, rapat hari senin, persiapan cellgroup dan one to one secara online.   Tiga bulan ini juga dipakai untuk belajar bahasa online dan cek up ke dokter.

Saya menemukan banyak sekali masalah dengan fisik saya.

Mulai dari jalur hidung yang sempit yang menyebabkan sering sakit kepala , Puji Tuhan, dokter yang mengoperasi tanpa biaya sama sekali (padahal harusnya kami membayar lebih dari 15juta rupiah). Demikian juga masalah di gigi saya. Awal Maret saya sempat priksa rutin ke RS Gigi dan Mulut-nya UGM, dokter senior malah misdiagnosa, betapa girangnya saya saat itu saat dipuji memiliki gigi yang bagus dan bersih padahal keliru. Tapi puji Tuhan, dokter gigi di Ansan yang notabene adalah istri pendeta teman kuliah suami saya, memberi pemeriksaan full gratis dan memberikan diskon 40% untuk proses fix enam buah gigi saya yang bermasalah.  Saya juga punya masalah tulang belakang yang ditolong oleh  dokter tradisional Korea  (한의사) selama lebih dari sebulan. Puji Tuhan, masalah ini berangsur terselesaikan. Puji Tuhan lagi, kami tidak harus membayar biaya dokter dikarenakan beliau adalah teman cellgroup kakak ipar saya.

Saya melihat banyak sekali pertolongan Tuhan yang nyata lewat  segala urusan berbau keuangan di keluarga kami. 

Perjalanan Seoul-Ansan dan Seoul-Suwon untuk menemui dokter juga menjadi momen berharga saya karena menghabiskannya dengan membaca buku Charles Swindol tentang Abraham. Buku ini menjadi bahan refleksi saya terkait perjalanan iman.

Tiga bulan juga menjadi waktu berharga mengenali karakteristik tiga Cellgroup(CG) yang saya damping dan anak-anaknya. Ada satu CG di  Babarsari yang special bagi saya meskipun setelah anak-anaknya lulus dan satu tim intinya dicangkok menjadi leader di CG lain, ada dua orang yang setia menemani dan menjadi teman berbagi saya selama corona ini. Dua CG lainnya adalah CG daerah Blok O yang sangat berjuang secara financial di masa corona ini. Beberapa orang sudah dipaksa pulang ke NTT dengan harapan bisa menghemat selama studi online namun terkendala sinyal buruk yang justru mempersulit mereka dan membuat kuatir dan stress di semester ini. Beberapa yang tinggal juga bergumul mengenai keuangan selama tiga bulan ini karena beberapa orang tua malah tidak berpenghasilan dan mereka tidak bisa part time di masa pandemic untuk tambahan uang bulanan. Puji Tuhan, kegiatan #JOYPeduli menjadi salah satu harapan bagi mereka.

Tiga bulan masa corona menjadi kesempatan berharga bagi saya dan suami untuk berdoa, mencari kehendak Tuhan atas pelayanan keluarga kami ke depan.

Seperti yang pernah disampaikan KBS terdahulu, Juli ini seharusnya masa kontrak saya di JOY selesai. Saya banyak bergumul!Namun saya bersyukur bisa mengambil waktu lebih banyak berdoa bersama suami selama tiga bulan ini, sesuatu yang mustahil dilakukan sebelumnya. Masa tiga bulan “sendiri” di Korea, tanpa teman cerita berbahasa Indonesia juga menjadi kesempatan bagi saya untuk berempati dengan suami saya. Tuhan membuat saya mengerti perasaannya selama berbulan-bulan “sendiri” di Jogja.

Saya bersyukur menemukan “sendiri” ini berarti tidak sendiri karena Tuhan yang menyertai.

Demikian juga, pelayanan JOY dan mimpi bahwa JOY bisa tetap jadi jawaban atas pergumulan Generasi Z dan Generasi Alpha untuk mencari Allah dan menemukanNya. Saya bersyukur karena kesempatan tiga bulan ini menjadi kesempatan saya merenungkan hati Allah bagi pelayanan JOY. Cellgroup sebagai jawaban yang nyata atas kebutuhan generasi ini sangat terasa ketika pandemic ini.

Semoga  setelah tiga bulan ini pun, Tuhan terus memberi hikmat kepada para staff dan JOYer untuk menemukan cara kreatif bertumbuh, dimuridkan dan memuridkan.  [Gina]